Kesehatan Mental

1. Sejarah Kesehatan Mental

  • Jaman Purba/Pra Sejarah

Penyakit mental di anggap dan diperlakukan seperti penyakit fisik yang dipengaruhi oleh roh jahat, guna-guna, kutukan Tuhan, dan sebagainya. Pasien yang menderita penyakit mental di intervensi melalui kekuatan supra natural. Pasien yang merugikan atau yang tidak dapat disembuhkan akan dibunuh atau dibiarkan meninggal.

  • Tahap Demonologi (sebelum abad pertengahan)

Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.

  • Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM-abad ke-6 M)

Mulai dari abad ke-4 Sebelum Masehi muncul tokoh-tokoh di bidang medis yang merupakan filsuf-filsuf Yunani. Yaitu Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa. Mereka mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Mereka berpendapat bahwa gangguan mental disebabkan oleh gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Tetapi pendapat ini ditentang keras dari aliran-aliran yang meyakini adanya roh jahat.

  • Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental

Tahapan ini mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya Phillipe Pinel yang lebih mengutamakan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam menangani pasien gangguan mental di rumah sakit.

Terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan serta upaya penyembuhannya. Tokoh-tokoh yang mendukung adalah:

  1. William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum.
  2. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika.
  3. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama kali.
  4. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara.
  5. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
  • Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (abad ke-20)

Merupakan revolusi kesehatan mental ke-2. Munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita ganggan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan penanganan hipnose, kartasis, asosiasi bebas, serta analisis mimpi.

Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).

  • Tahap Multifaktoral

Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat.

Tahap ini merupakan Revolusi ke-3 gerakan kesehatan mental dengan tokohnya Whittingham Beers (“A Mind That Found Itself”), William James dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:

  1. Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
  2. Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
  3. Mengadakan riset terkait
  4. Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental

 2. Konsep Sehat

WHO (World Health Organization) mendefinisikan sehat sebagai sebuah kondisi yang lengkap yaitu sejahtera (well being) dari segi fisik, mental dan sosial, serta tidak hanya terbebas dari gejala atau penyakit. WHO (2001) juga menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta turut mengambil peran di komunitasnya.

Individu yang bermental sehat adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku yang adekuat dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai norma dan pola kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan. (Kartono, 1989). Saat ini, individu yang sehat mental dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental.

Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau sifat-sifat positif, seperti kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik atau kebajikan (virtues) (Lowenthal, 2006).

WHO (1984) juga menambahkan aspek spiritual sebagai kriteria sehat, sehingga sehat berarti meliputi kondisi sejahtera pada:

(1) Aspek Fisik/Jasmani/Biologis

(2) Aspek Kejiwaan/Psikologis

(3) Aspek Sosial

(4) Aspek Spritual (rohani/agama)

Batasan tersebut meningkatkan keterikatan antara “konsep sehat” dengan “kesehatan mental”.

Menurut Dictionary of Psychology (2002), kesehatan mental merupakan sebuah kondisi pikiran yang ditandai dengan kesejahteraan emosional, kebebasan relatif dari kecemasan dan gejala melumpuhkan, dan kapasitas untuk membangun hubungan yang konstruktif dan menghadapi tuntutan biasa serta tekanan hidup.

Konsepsi yang Salah Mengenai Kesehatan Mental

Selama ini masih banyak mitos dan konsepsi yang diyakini masyarakat Indonesia mengenai Kesehatan Mental yang keliru, antara lain:

– Gangguan mental adalah herediter (diturunkan)

– Gangguan mental tidak dapat disembuhkan

– Gangguan mental muncul secara tiba-tiba

– Gangguan mental merupakan aib atau noda bagi lingkungannya

– Gangguan mental merupakan peristiwa tunggal

– Seks merupakan penyebab munculnya gangguan mental

– Kesehatan mental cukup dipahami dan ditangani oleh satu disiplin ilmu saja

– Kesehatan mental dipandang sama dengan “ketenangan batin”, yang dimaknai sebagai tidak ada konflik, tidak ada masalah, hidup tanpa ambisi dan pasrah

3. Perbedaan Konsep Kesehatan Mental Barat dan Timur

Perbedaan pandangan mengenai konsep kesehatan mental Barat dan Timur adalah, kesehatan mental di Barat lebih memandang kesehatan bersifat dualistik, yaitu mengibaratkan manusia sebagai mesin yang sangat dipengaruhi oleh dominasi medis. Sedangkan di Timur kesehatan mental lebih bersifat holistik, yaitu melihat sehat lebih secara menyeluruh dan saling berkaitansehingga berpengaruh pada cara penanganan terhadap penyakit.

Model-model Kesehatan Barat dan Timur

Model-model kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara model-model tersebut.

Model Biomedis (Freund, 1991)memiliki 5 asumsi. Pertama, terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Kedua, penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis. Ketiga, setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi. Keempat, melihat tubuh sebagai suatu mesin. Kelima, konseb tubuh adalah objel yang perlu diatur dan dikontrol.

Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan  treatmen fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.

Model Psikosomatis (Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik.

Referensi:

http://raysha.abdulmuis.net/kesehatan-mental-sejarah-konsep-serta-perbedaan-konsep-kesehatan-mental-barat-dan-timur/

Corsini, Raymond J. (2002). Dictionary of Psychology. New York: Brunner-Routledge.

Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.

Kartono, Kartini. (2000). Mental Hygiene. Bandung: Mandar Maju.

Semium, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kasinius.

Siswanto. (2007). Kesehatan Mental: Kesehatan Mental-Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: ANDI